Kepala Desa Bukan Raja



Kepala Desa Bukan Raja - Kepala desa adalah pemimpin. Sebagai pemimpin pilihan rakyat, ia punya tugas membuat kebijakan publik. Namun perlu diingat kebijakan publik sebagai sebuah “intervensi” pemerintah terhadap kehidupan publik memiliki sifat, yakni keterbatasan. Salah satunya keterbatasan waktu. Seorang kepala desa punya batasan waktu dalam memproduksi kebijakan. Ia bukan raja yang punya kekuasaan seumur hidup. Karena itu, visi, orientasi maupun rumusan kebijakan mesti bertolak dari problem utama rakyat desa. Tak perlu muluk-muluk bikin kebijakan apalagi keluar dari minat publik. Kepemimpinannya tidak kekal.

Akhir Februari lalu, beberapa desa di Kabupaten Manggarai Timur gulirkan proyek demokrasi. Rakyat desa beramai-ramai pilih kepala desa. Pertama-tama saya ingin ucapkan selamat kepada para Kepala desa terpilih. Semoga mampu memainkan fungsi kepemimpinannya selama 5 (lima) tahun ke depan secara optimal.

Pasca terpilih, kepala desa mulai bekerja. Ia bergulat bukan saja dengan ragam problem desa, tapi juga mendesain konsep dan arah pembangunan desa selama periode kepemimpinannya. Di sini keutamaan visi misi mutlak dibangkitkan. Visi misi menuntun desa kepada kejelasan arah serta tujuan pembangunan. Dengan begitu rakyat bisa keluar dari kebingungan dan sikap pesimistiknya. Kepemimpinan kepala desa akan progresif dan punya vision.

Namun seringkali kerikil-kerikil tajam realitas berdesa selalu tampak memilukan. Distorsi pembangunan pun kian mengemuka, mempengaruhi proses kelangsungan hidup rakyat. Krisis arah pembangunan desa, kreativitas dan inovasi pembangunan serba minim, problem infrastruktur dan sosial ekonomi, partisipasi rakyat, serta kepemimpinan lamban selalu tampil sebagai fenomena kritis yang amat memprihatinkan dan mengancam hidup rakyat. Pembangunan desa mengarah pada realitas pasif pun semakin tak terbantahkan. Eksistensinya terlihat rapuh dan stagnan.

Segelintir kenyataan destruktif tersebut lahir, muncul, dan merajalela hemat saya paling utama dilatari dua hal. Pertama, kebijakan pembangunan desa dirumuskan tanpa visi, tujuan, dan arah yang jelas. Realitas ini mencuat deras lewat kebijakan-kebijakan yang bertentangan terhadap kebutuhan rakyat. Situasi ini berdampak dilematis. Rakyat desa kadang galau dan sulit memahami orientasi pembangunan desa. Padahal, kebijakan publik dibuat dengan tujuan menuntaskan masalah publik. Masalah publik adalah suatu gejala yang dirasakan oleh masyarakat sebagai kesulitan bersama dan hanya dapat diatasi melalui intervensi pemerintah. Masalah publik dipahami sebagai belum terpenuhinya nilai dan kebutuhan masyarakat dan penyelesaiannya sangat mungkin melalui kebijakan-kebijakan pemerintah. Kebijakan publik yang substansinya tak menyentuh akar persoalan publik adalah kebijakan sesaat sehingga layak dikritisi.

Dalam konsep kebijakan publik, ketika sebuah kebijakan diimplementasikan, pemerintah tengah mengusung nilai-nilai tertentu ke dalam ruang publik. Nilai-nilai tersebut seyogianya selaras dengan nilai-nilai masyarakat. Ketika sebuah kebijakan bertentangan dengan nilai, norma dan kebutuhan yang dialami masyarakat, kebijakan tersebut akan mengalami resistensi ketika diimplementasikan. Lihat saja, kebijakan pembangunan yang tidak adil, tidak sesuai suara rakyat, cenderung oppurtunis, korup, dan sebagainya biasanya mengkonsolidasi rakyat ke dalam aksi perlawanan.

Kedua, kepemimpinan tak berfungsi ideal. Problem pembangunan desa akan terus menggumpal mana kala fungsi kepemimpinan kepala desa tidak dijalankan secara baik dan benar. Mereka tidak mengayomi kebutuhan masyarakat, dan akhirnya persoalan pembangunan pun terus berkembang biak. Apatis terhadap masalah rakyat sama dengan upaya melestarikan masalah tersebut. Mereka lupa masa kepemimpinan yang terbatas berpengaruh pada niat menyusun kebijakan. Semakin masa kepemimpinannya mendekati garis finish, peluang mereka membuat kebijakan makin kecil. Itu pun bila kebijakan tersebut menjawab kemauan publik. Tapi repot jadinya bila kebijakan itu mengalir dalam prinsip “Asal bikin kebijakan”. Pembangunan tak tahu mau dibawa ke mana.

Yang mau ditegaskan di sini adalah pemimpin dan kebijakan publik ialah sesuatu yang hakiki dalam pembangunan. Tugas kepala desa sebagai pemimpin adalah melayani rakyat dan mampu merumuskan kebijakan pembangunan yang tepat sasaran, merepresentasi kepentingan publik. Seperti yang selalu digaungkan Ahok, tugas pejabat publik ialah membuat penuh “otak, perut, dan dompet” rakyat. Ia tak boleh bermental korup, takut akan Tuhan dan kepatuhan mutlak hanya pada konstitusi, bukan konstituen.

Untuk mencapai hal tersebut di atas, bagi saya terkandung beberapa poin substansial yang perlu dilakukan oleh kepala desa selaku pemimpin. Pertama, identifikasi masalah. Sebuah kebijakan publik lahir atas keberadaan masalah. Dalam konteks desa, forum musyawarah rencana pembangunan desa (Musrenbangdes) adalah forum strategis guna menyerap aspirasi rakyat. Dalam forum ini proses identifikasi bersifat kolektif. Rakyat berpartisipasi. Mereka menyampaikan keluh kesahnya sekaligus usul saran program pembangunan desa. Kolektivitas dalam identifikasi dan kajian persoalan ini memungkinkan perumusan kebijakan pembangunan desa mencerminkan kepentingan rakyat. Identifikasi masalah dengan keterlibatan aktif masyarakat menyelamatkan kepala desa dari jebakan idealisme yang melangit, tanpa tahu kebutuhan dasar yang dihadapi.

Kedua, membangun mental pemimpin unggul dalam kebijakan, di antaranya dengan memiliki pikiran yang baik dan jelas. Kondisi ini terpantul dari kemampuan pemimpin (kepala desa) untuk menggambarkan masa depan desa dengan jernih dan jelas dan dengan cara mencapai yang jelas pula. Pemimpin yang gagal ialah pemimpin yang tidak jelas apa maunya; Tahu tujuan yang mau dicapai. Prinsip ini erat kaitannya dengan visi misi. Pemimpin yang baik dan unggul adalah pemimpin yang melangkah dalam kekuatan visi misi. Itu menjadi kharisma dalam bertindak. Ia punya visi yang jelas dalam melakukan transformasi desa dan tahu strategi mencapainya. Namun visi misi harus dikomunikasikan kepada masyarakat desa. Visi misi tanpa pemahaman publik yang utuh, akan mempersulit rakyat mengetahui arah dan tujuan pembangunan desa; Mempunyai gagasan cerdas. Seorang pemimpin perlu memiliki gagasan cerdas untuk mengembangkan desa. Penuh inisiatif dan pandai membuat gebrakan. Karena itu ia perlu memperbanyak referensi terus menerus.

Kepemimpinan ialah proses belajar tanpa henti. Salah satunya bisa disaksikan lewat kreativitas dalam mengelola dan mengembangkan bidang-bidang potensial di desa. Seperti potensi pertanian, perkebunan, air, budaya, dan potensi alam lainnya. Potensi tersebut adalah modal demi terwujudnya pembangunan sosial ekonomi dan kualitas hidup rakyat.

Ketiga, pemberdayaan masyarakat. Disamping kebijakan infrastruktur desa untuk mendukung kebutuhan warga, kebijakan pemberdayaan masyarakat merupakan agenda utama. Pemberdayan masyarakat digagas dengan tujuan menciptakan masyarakat aktif, mandiri, dan produktif. Pemberdayaan masyarakat diperjuangkan agar masyarakat mampu berpartisipasi dalam dinamika pembangunan serta memiliki kapasitas yang baik dalam mengelola sektor-sektor pembangunan di desa, termasuk mempunyai akses ke dalam sumber-sumber ekonomi, sosial, dan politik.

Maka logika keterbatasan (waktu) sudah sepatutnya dimasukkan ke dalam paradigma kepemimpinan. Situasi ini bertujuan. Pertama, fokus pada visi utama. Paham bahwa membuat kebijakan punya batasan waktu akan membantu kepala desa lebih fokus dan aktif mengkaji dan menyelesaikan problem utama yang dialami rakyat. Kedua, akselerasi pembangunan desa. Proses penyelenggaraan pembangunan desa akan terus berjalan intens manakala dipacu oleh daya kesadaran bahwa kepemimpinannya mempunyai batas waktu. Ketiga, kebijakan pembangunan bergerak sesuai amanat rakyat. Pembangunan yang ideal adalah pembangunan yang bersumber dari aspirasi rakyat.


Mengoptimalkan Peran

Kepala desa sebagai pemimpin sekaligus representasi pemerintah desa punya dua tugas utama, yakni membuat kebijakan publik dan melakukan pelayanan publik. Semua itu harus dilakukan dengan baik, benar, dan berkualitas. Baik berarti membawa kebaikan atau efek positif bagi hidup warga. Benar berarti sesuai perangkat prosedur dan standar ilmiah yang berlaku. Berkualitas artinya minimal lebih dari tuntutan yang diminta. Kebijakan publik ialah segala keputusan dan tindakan pemerintah guna merealisasikan tujuan dari negara yakni terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Kepala desa yang hanya sibuk mendata penduduk, tinggal di kantor, dengan aktivitas sejenisnya memberi sinyal pembangunan desa berpotensi tidak mengalami perubahan signifikan. Karena itu gaya kepemimpinan administratif sebaiknya segera dikubur dalam-dalam. Kemajuan suatu pembangunan sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan seseorang. Maka kepemimpinan kepala desa terutama juga dalam dimensi perumusan kebijakan sangatlah vital. Sedemokratis apapun perumusan sebuah kebijakan tanpa didukung oleh pemimpin dan kepemimpinan yang baik, kebijakan itu akan sia-sia.

Segala bentuk krisis pembangunan desa seperti korupsi dana desa, dilema infrastruktur, dan ketimpangan sosial ekonomi mau menegaskan bahwa kita kehilangan tiga unsur utamanya, yakni perencanaan, kepemimpinan, dan pengendalian. Karena itu kepala desa adalah aktor kunci kebijakan pembangunan di desa.


Penulis: Yergo Arnaf
Sumber: www.florespost.co

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel